Kucuplah semesra, siang yang hangat - moga binasa seluruh angkuhmu.
Telanlah butir kemaafan, meski pedas - pedih - sawan; ini yang tertulis, maka inilah yang ternyaman.
Ada suatu keinsafan yang tertangguh, saat matamu bergenang titisan penuh kesedihan. Atas nama kasih, telah kau selami tanpa sebarang karenah dan persoalan. Meski laut dendam itu sungguh dalam. Meski ombak nazak makin jauh dari tenteram.
Akhirnya, segala ini adalah tentang agungnya suatu impian. Kita semua mahu menjadi sisa racun kehidupan yang diikhlaskan. Walau apapun suratan - dari dulu, sampai kini dan moga selamanya akan - hayat manusia ini adalah tentang mengecap manisnya keredhaan.
Dalam renungan pada sayup bintang malam, berbisik jiwa pada langit kelam;
Dengan lemah lembut, kau turunlah hai sang serakah hitam,
Tanpa kabus ribut, kau hadirlah tanpa kuku mencengkam.
Ujian sebesar mana, tetap tempuh jua - kerna zat asal bumi ini sudah benar-benar arif.
Arif tentang rasa semesta yang takkan selama senang.
Juga, arif tentang gejolak raga yang nanti bakalan tenang.
Umpamanya dakapan pilu dan kucupan hangat, saat menjelangnya pagi waktu. Yang berlalu, dan terus selalu.
No comments:
Post a Comment